JAKARTA - Harga batu bara global kembali menunjukkan pergerakan yang bervariasi.
Perubahan ini tidak lepas dari berbagai faktor eksternal, mulai dari meningkatnya impor batu bara oleh China hingga dampak lanjutan dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kondisi ini menciptakan tekanan berbeda di setiap pasar batu bara internasional, baik di Newcastle maupun Rotterdam.
Pada perdagangan terakhir, harga batu bara Newcastle untuk kontrak Oktober mengalami kenaikan tipis sebesar US$ 0,55 menjadi US$ 104 per ton. Namun, untuk kontrak November justru melemah US$ 1,2 menjadi US$ 106,75 per ton, dan kontrak Desember jatuh lebih dalam hingga US$ 1,7 ke level US$ 118,3 per ton.
Sementara itu, di pasar Eropa, harga batu bara Rotterdam juga menunjukkan tren penurunan. Kontrak Oktober terkoreksi US$ 0,25 menjadi US$ 92,75, kontrak November ambles US$ 2 menjadi US$ 94,35, dan kontrak Desember turun US$ 1,9 ke level US$ 95,35 per ton.
Dampak Kebijakan Impor Batu Bara China
Kebijakan energi yang diambil oleh China menjadi faktor utama yang memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia. Negara tersebut mencatatkan lonjakan impor batu bara yang signifikan dari Mongolia, mencapai rekor tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 2015.
Berdasarkan data dari Administrasi Umum Kepabeanan China, volume impor pada September mencapai 9,29 juta ton metrik, naik 33% dibandingkan tahun sebelumnya.
Kenaikan tajam ini mencerminkan langkah China untuk menstabilkan pasokan energi domestik setelah sebelumnya memberlakukan pembatasan produksi batu bara dalam negeri. Langkah ini diambil agar pasar tetap seimbang dan harga batu bara tidak tertekan akibat kelebihan pasokan seperti yang sempat terjadi di paruh pertama tahun.
Kebijakan tersebut menunjukkan bagaimana China mengatur keseimbangan antara produksi dan impor guna menjaga stabilitas energi di tengah fluktuasi ekonomi global yang masih belum pasti.
Kampanye Anti-Involution dan Strategi Pengendalian Pasokan
Langkah pemerintah China dalam membatasi produksi batu bara domestik merupakan bagian dari kebijakan yang disebut kampanye “anti-involution”. Kampanye ini bertujuan mengendalikan produksi berlebihan yang dapat mengganggu kestabilan harga dan menurunkan efisiensi pasar energi.
Dengan strategi tersebut, pemerintah berupaya menciptakan lingkungan industri yang lebih seimbang dan berkelanjutan, terutama di sektor batu bara yang selama ini menjadi tumpuan energi nasional. Langkah pengendalian ini juga mendorong pelaku industri untuk lebih fokus pada efisiensi dan nilai tambah, bukan sekadar volume produksi.
Hasil dari kebijakan ini terlihat dari naiknya harga batu bara domestik di China hingga mencapai level tertinggi dalam delapan bulan terakhir, menandakan berkurangnya kelebihan pasokan di pasar dalam negeri.
Kenaikan Harga Batu Bara Domestik di China
Efek dari pembatasan produksi langsung terasa pada pasar domestik China. Harga batu bara termal di negara tersebut melonjak tajam, mencapai titik tertinggi dalam delapan bulan terakhir. Kondisi ini menandakan adanya pengetatan pasokan, sekaligus menunjukkan efektivitas kebijakan pemerintah dalam menyeimbangkan produksi dan konsumsi energi.
Tak hanya itu, harga futures batu bara metalurgi — yang digunakan dalam industri baja — juga mengalami kenaikan hingga 30% sejak awal Juli. Kenaikan ini menambah tekanan bagi sektor industri, terutama yang bergantung pada bahan bakar fosil untuk proses produksinya.
Namun, di sisi lain, kenaikan harga ini memberikan keuntungan bagi eksportir batu bara yang kini menikmati harga jual lebih tinggi di pasar internasional.
Imbas Perang Dagang AS-China terhadap Pasar Energi
Selain faktor domestik, perang dagang yang masih berlangsung antara Amerika Serikat dan China turut menambah ketidakpastian di pasar batu bara global. Ketegangan ini menciptakan hambatan perdagangan yang berdampak pada rantai pasok energi dan bahan baku industri di berbagai negara.
Beberapa analis menilai bahwa perang dagang tersebut turut memengaruhi pola impor dan ekspor komoditas energi, termasuk batu bara. Negara-negara pengimpor besar seperti China kini semakin berhati-hati dalam menentukan sumber pasokan, sementara produsen utama berusaha mencari pasar alternatif di tengah fluktuasi permintaan.
Kondisi ini mempertegas bahwa harga batu bara saat ini tidak hanya ditentukan oleh faktor pasokan dan permintaan, tetapi juga oleh dinamika geopolitik dan kebijakan ekonomi global.
Prospek Harga Batu Bara di Masa Mendatang
Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan kebijakan produksi yang ketat di China, harga batu bara diperkirakan akan tetap fluktuatif dalam beberapa bulan mendatang. Kenaikan impor dari Mongolia mungkin dapat membantu menstabilkan pasokan jangka pendek, tetapi kebijakan pengendalian produksi dalam negeri akan terus menjadi faktor penentu utama harga.
Di sisi lain, permintaan global terhadap batu bara juga akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dunia dan arah transisi menuju energi terbarukan. Negara-negara produsen seperti Indonesia dan Australia perlu mencermati arah kebijakan ini, karena fluktuasi harga batu bara bisa berdampak langsung pada pendapatan ekspor mereka.
Meskipun begitu, banyak pihak optimistis bahwa harga batu bara akan tetap berada di level yang kompetitif, terutama karena kebutuhan energi di Asia masih tinggi. Stabilitas pasokan, efisiensi produksi, dan kolaborasi antarnegara akan menjadi kunci menjaga keseimbangan pasar di tengah dinamika global yang terus berubah.